![]() |
|
Perkenalanku dengan Jenny (sebut saja demikian), seseorang pramugari udara di satu perusahaan penerbangan nasional, berlangsung dalam perjalanan panjang dari Jakarta menuju Jayapura. Waktu itu larut malam, saya berupaya keras sekedar untuk pejamkan mata, beristirahat sesaat menyingkirkan kantuk supaya dapat melakukan pekerjaan kantorku sesampainya di kota maksud. Kursi empuk berlapis kulit di kelas usaha pesawat Boeing 737 itu, tidak dapat memberi kenyamanan yang kubutuhkan. Walaupun begitu, kursi itu didesain jadi tempat duduk, bukanlah tempat untuk berbaring serta tidur.
Baru akan terlelap, saat kurasakan guncangan lembut di kursiku. Seorang duduk menghempaskan dianya ke kursi kosong di sebelahku. Dengan agak jengkel, kubuka mataku serta punya niat untuk memberinya teguran. Pandanganku terpaku pada sesosok muka cantik menarik, dengan matanya yang meskipun tampak mengantuk, tetaplah bening serta indah. Seulas senyum tampak di bibir mungil yang merah, yang lalu berkata perlahan-lahan “… Maafkan saya Ayah, karna sudah mengganggu tidur Ayah …”
Sembari tetaplah melihat serta kagum pada kecantikannya, saya berkata “… Ach, tidak apa-apa. Saya belum juga tidur koq …”
Kami bersalaman, lantas kudengar ia mengatakan namanya : “… Jenny…”
Hilang telah kantukku. Ditambah lagi sesudah kutahu kalau Jennyyaitu sosok wanita yang mengasyikkan jadi rekan bercakap. Ia menceritakan mengenai sukai dukanya jadi pramugari udara. Tangan serta jarinya yang lentik seolah menari-nari di udara, mengekspresikan ceritanya. Kadang-kadang ia menyentuh tanganku, serta tidak sungkan untuk mencubitku apabila kuganggu. Diam-diam kupandangi serta kuperhatikan semua sisi badannya. Tingginya kuperkirakan sekitaran 160 cm, langsing serta begitu seimbang. Jennymempunyai tungkai kaki yang indah prima. Kulitnya yang putih kontras sekali dengan seragam warna birunya. Payudaranya tidaklah terlalu besar, namun tampak kencang menantang. Memikirkan dianya kemampuanng telanjang ditempat tidur, membuat kemaluanku bangkit, jadi membesar serta keras. Fikiran kotorku melayang-layang jauh.
Kebersamaan kami terganggu oleh nada Kapten Pilot yang memberitahu kalau pesawat akan mendarat di Biak, untuk isi bahan bakar serta perubahan awak kabin. Sesudah bersalaman serta sedikit basa basi, Jenny menghilang dibalik gorden. Saya meneruskan istirahatku, hingga lalu dibangunkan oleh pramugari udara beda, yang tawarkan sarapan pagi.
Hari-hari setelah itu di ibukota provinsi paling timur Indonesia itu, disibukkan oleh tugasku jadi Petugas Sosialisasi satu diantara program pemerintah. Jadi “Utusan Pusat”, saya seringkali diperlakukan seolah tamu agung, yang butuh dihibur serta dipenuhi semua kebutuhannya. Saya diletakkan di hotel Y….., yang disebut hotel paling baik di kota itu. Sebagian tawaran untuk sediakan “teman tidur” kutolak dengan halus. Saya takut tertular penyakit.
Waktu senggang diluar pekerjaan kuhabiskan dengan jalan kaki keliling kota. Satu rutinitas yang senantiasa kulakukan dalam tiap-tiap perjalanan, untuk lebih mengetahui daerah baru. Kota Jayapura ada segera di pinggir laut berair tenang. Saat malam hari, di selama pinggir pantai bisa didapati warung-warung yang jual masakan laut, yang segera digoreng atau dibakar ditempat. Sangat nikmat. Di sanalah umumnya kuhabiskan malamku. Disana juga disuatu malam, saya kembali berjumpa dengan Jenny yang tengah tidak bertugas, dengan 2 rekan seprofesi. Jenny segera tawarkan untuk gabung, demikian melihatku datang. Benar-benar mengasyikkan ada diantara 3 gadis cantik, walaupun bisa kupastikan kalau kantongku akan terkuras untuk mentraktir mereka semuanya. Panggilan? Ayah? pada saat di pesawat, beralih jadi “Mas” sampai membuat malam itu makin akrab serta hangat. Dari perbincangan, kutahu kalau mereka bertiga bermalam di hotel yang serupa denganku. Usai makan, kami berpisah. Diluar sangkaan, Jenny menginginkan turut denganku nikmati malam sembari jalan kaki. Satu keinginan yang begitu susah tidak diterima. Kamipun jalan perlahan-lahan sembari sama-sama bertukar narasi serta bercanda. Angin pantai membuat Jenny kedinginan. Kulepas jaketku, lantas kupasangkan di bahunya. Kuberanikan diri merangkul bahunya, memberi kehangatan penambahan pada badannya yang cuma dilapis oleh T-Shirt tidak tebal berwarna merah. Jenny tidak menghindar atau berupaya menampik, jadi balas merangkul pinggangku. Saya heran dengan gadis-gadis zaman saat ini. Makin gampang untuk jadi begitu akrab, serta berasumsi kalau jalinan pada wanita serta pria yaitu umum saja. Tak ada sekali lagi malu-malu atau sungkan, meskipun waktu perjumpaan yang relatif singkat. Kami jalan seperti dua kekasih yang tengah bermesraan. Tanganku tersapu oleh ujung rambutnya, serta kadang-kadang kurasakan kepalanya menyandar di bahuku. Birahiku terpicu, otak kotorku memutar otak mencari akal untuk membawanya ketempat tidur di kamar hotelku. Kelaminku mengembang keras, membuatku terasa tidak nyaman karna terjepit oleh ketatnya celana jeans yang kukenakan. Mulut kami berdua diam seribu basa, berikan peluang untuk nikmati sentuhan kebersamaan dalam keheningan.
Langkah untuk langkah membawa kami masuk lobby hotel. Kuajak Jenny ke Coffee Shop, untuk nikmati secangkir minuman hangat sembari nikmati musik hidup. Saya pilih tempat agak di sudut, supaya tidaklah terlalu menarik perhatian orang. Kuperhatikan seputar, sebagian pasangan asyik berpelukan, sedang sebagian gadis berpenampilan seronok duduk sendirian. Berikut mungkin saja yang dijelaskan oleh kawan-kawanku jadi “Ayam Menado”, sebelumnya saya pergi sekian hari lalu…
Tanganku tetaplah memeluknya, sesaat Jenny menumpukan kepalanya di dadaku. Kurasakan kakinya bergoyang perlahan-lahan ikuti irama musik. Wangi rambutnya membuatku menginginkan mencium kepalanya. Namun, apakah ia akan geram? Apakah ia akan tersinggung? Sejuta pertanyaan serta kecemasan keluar dalam fikiranku. Sesaat di bagian beda, otakku masih tetap selalu berputar-putar mencari akal untuk membawanya ke kamarku malam hari ini. Jantungku berdebar keras, sesaat kelaminku makin besar serta keras. Musik serta situasi romantis tempat itu tak akan menarik untukku. Bagaimana serta bagaimana… pertanyaan itu yang terus-terusan keluar.
Perlahan-lahan kucium ubun-ubun kepalanya, sembari berkata : “… Jenny , telah malam, kita bobo yuk …”
Ia cuma mengangguk sembari berdiri. Sesudah merampungkan pembayaran, kami jalan menuju lift. Tanganku masih tetap merangkul bahunya, meskipun ia tak akan memeluk pinggangku. Kutekan tombol angka 3, untuk menuju lantai di mana kamarku ada. Saya berniat tidak ajukan pertanyaan di lantai berapakah ia tinggal, serta iapun diam saja. Jenny juga tidak berupaya untuk menghimpit tombol beda. Dalam hati saya bertanya-tanya, bebrapa janganlah kamarnya satu lantai dengan kamarku. Sembari menyender ke dinding lift, kutarik ia serta kusandarkan membelakangiku. Kupeluk ia dari belakang, sembari kadang-kadang kucium rambut kepalanya. Jantungku berdetak makin cepat, sesaat kelaminku makin sakit tertekan celana jeansku yang cukup ketat. Semoga pantatnya yang pas melekat ke kelaminku tidak rasakan ada suatu hal yang mengganjal. Fikiranku masih tetap bertanya-tanya, mau…? tidak…? mau…? tidak…? hingga lalu pintu lift terbuka. Sembari selalu ada dalam pelukanku, kubimbing dia menuju kamarku. Tak ada perlawanan atau penolakan kurasakan. Setan yang ada dalam fikiranku menjerit suka. Malam hari ini akan berlangsung pergumulan birahi yang panas. Dalam hati saya punya niat untuk memberi kenikmatan yg tidak terbendung kepadanya, seperti yang umum kuberikan dalam petualangan-petualangan asmaraku, termasuk juga pada istriku tercinta…
Demikian pintu terkunci, sembari tetaplah berdiri kupeluk serta kucium bibirnya dengan lembut meskipun penuh nafsu. Jenny membalasnya dengan tidak kalah ganasnya. Lidah kami berjumpa, sama-sama berpagutan serta terkait. Kutelusuri geligi serta langit-langit mulutnya dengan lidahku yang cukup panjang, kasar serta hangat. Jenny merintih lirih : “…Aaaccchhh…”
Tangan kananku perlahan-lahan menyeka serta menelusuri punggungnya yang masih tetap terbalut T-Shirt, sesaat jacketku telah lama terlempar jatuh. Dari leher, perlahan-lahan turun ke bawah, ke arah pinggang mencari ujung kaos, lantas kembali pada atas lewat bagian sisi dalam. Kurasakan kulit punggungnya begitu halus serta mulus. “…Klik…”, tanganku yang sangatlah terlatih berhasil melepas pengait BH-nya dengan begitu hati-hati. Dengan ke-2 tangan, perlahan-lahan kutarik kaos itu ke atas hingga lepas serupa sekali. Dengan perlahan-lahan serta hati-hati, ke-2 tanganku selekasnya bergerilya menelusuri ke-2 bahunya, pangkal lengannya, geser ke pinggang, perut, perlahan-lahan ke atas menuju payudaranya. Disamping itu, ke-2 tangannya sudah berhasil buka Polo Shirt yang kukenakan. Tanganku telah nyaris hingga ke payudaranya, saat mendadak ia mendorongku perlahan-lahan.
“… Maaf Maz, Jenny pipis dahulu yha …” tuturnya sembari jalan membelakangiku menuju kamar mandi. Kuperhatikan kulit punggungnya yang putih serta mulus, hampir tanpa ada cacat. Pinggul rampingnya yang masih tetap terbalut celana jeans, tampak makin indah serta merangsang. Tidak sabar rasa-rasanya untuk selekasnya melumat badannya, membawanya mengawang tinggi menuju tingkat kesenangan yg tidak terkira…
Sesaat menanti, saya tersadar kalau saya belum juga bersihkan diri. Rutinitas yang senantiasa kulakukan sebelumnya bercinta dengan wanita manapun. Saya senantiasa melindungi kebersihan, serta berupaya untuk memakai parfum beraroma lembut, yang kuyakini bisa tingkatkan gairah wanita. Dari kamar mandi terdengar gemericik air, yang mengisyaratkan Jenny juga tengah bersihkan dianya. Nyatanya Jenny termasuk juga type wanita yang kusukai, senantiasa bersihkan diri sebelumnya bercinta. Walaupun dalam kondisi birahi tinggi, saya tetaplah terasa terganggu dengan bebauan yang kurang enak, dari kelamin wanita yg tidak bersih. Kubuka dompetku, lantas kuambil karet pengaman merk populer yang senantiasa kubawa dimanapun saya pergi. Kusisipkan ke bawah bantal tempat tidur, supaya gampang mengambilnya ketika diperlukan nanti…
Jenny keluar dari kamar mandi dengan badan yang cuma terbalut handuk. Rupanya dia betul-betul ingin serta bersedia bercinta denganku.
“…Sebentar sayang, saat ini giliranku untuk bersihkan diri…” kataku sembari mencium keningnya lantas jalan ke kamar mandi. Sayup-sayup kudengar nada TV yang baru dihidupkan olehnya. Sesudah menggosok-gosok gigi serta berkumur dengan larutan antiseptik, kubersihkan kemaluanku serta sekelilingnya dengan sabun. Siraman air dingin tidak dapat kurangi kekerasannya. Kemaluanku tetaplah mengacung gagah, besar serta berurat.
Jenny tengah duduk di pinggi tempat tidur, waktu saya keluar dari kamar mandi, dengan juga cuma terbalut handuk. Kuhampiri dianya, ia berdiri lantas kami berciuman. Dari mulutnya tercium aroma obat kumur antiseptik milikku, membuatku makin terangsang. Tangannya buka belitan handuk di pinggangku, membuat kemaluanku terlepas terlepas, mengacung besar serta keras. Perlahan-lahan tangannya menyentuh pusarku, perutku, lantas perlahan-lahan turun ke bawah. Jenny mengusap-usap rambut kemaluanku yang cukup lebat, sebelumnya lalu mengelus serta menggenggam lembut batang kebanggaanku itu. Jemari tangannya yang halus, menyebabkan rasa nikmat yang sangat begitu. Tanpa ada kusadari, akupun merintih perlahan-lahan “…Aaaccchhhh…”
Kulepas handuk yang melilit badannya, lalu perlahan-lahan namun tentu ke-2 tanganku merambat perlahan-lahan menuju ke-2 bukit kembarnya yang halus serta putih. Sesudah kutelusuri inci untuk inci, kuremas lembut, serta kujepit puting susunya dengan jari, lantas kupelintir sembari kadang-kadang kutarik. Kubuka mataku, nikmati parasnya yang cantik. Matanya tertutup sesaat bibirnya terbuka sedikit, benar-benar seksi serta merangsang.
Jenny melepas ciumannya, lalu perlahan-lahan menciumi badanku. Dari dagu, leher selalu ke dadaku, lalu mengulum serta menggigit perlahan-lahan puting kecil di dadaku. Saya cuma dapat mendongak, nikmati sensasi yg tidak terkira. Dengan lidahnya yang hangat, ditelusurinya badanku perlahan-lahan turun ke arah perut, menciumi pusar, lantas selalu turun. Tidak sabar saya memikirkan kesenangan apa yang akan kuterima setelah itu. Perlahan-lahan, diciumnya kepala kemaluanku yang memerah, lalu dimasukkannya ke mulutnya, hingga menyentuh tenggorokannya. Bukanlah main enaknya.
“… Uuuhhhh…. hhhhh…. aaaaccchhhh… hhhhh…. ” Saya hanya mampu merintih nikmat. Perasaan nikmat serta menekan kuat menginginkan keluar, kutahan sedapatnya. Saya nyaris menjangkau titik kesenangan teratas, serta itu tidak bisa berlangsung secepat ini. Mesti kuhentikan!! Kupegang kepalanya, lalu kutarik badannya perlahan-lahan. “…Adddduuuhhh, sangat nikmat Jenny , nikmat sekali…” kataku sembari lalu mencium bibirnya. Lidah kami berkait serta bertaut dengan ganas, membuat nafasnya makin memburu…
Sembari tetaplah berciuman, kubimbing ia menuju tempat tidur. Kurebahkan badannya, lantas kutindih ia dengan badanku. Kulepaskan ciumanku dari bibirnya. Kucium keningnya, ke-2 matanya, pipinya, dagunya, serta ke-2 telinganya bertukaran. Nafasnya makin memburu, sesaat jari-jari ke-2 tangannya meremas rambutku. Dengan lidah, kumulai penelusuran badannya lewat leher. Perlahan-lahan turun, menuju belahan dadanya, lalu naik ke puncak bukit indah kepunyaannya. Kukitari puting susunya, sebelumnya kukulum serta kuhisap dengan mulutku. Disamping itu, tangan kananku yang bebas meremas serta mempermainkan puting susu sebelanya. Jenny meracau tidak terang, sesaat kuku jarinya mulai menghunjam kulit kepalaku…. “…Adddduuuuhhhh Maazzzz… Aaaaccc…. yhhaaaaa…. hhhhh….. ”
Senang bermain di payudaranya, kulanjutkan penelusuran makin ke bawah, menuju kemaluannya. Saya memposisikan badanku diantara ke-2 kakinya yang terbuka. Kemaluannya tampak basah serta lembab. Bulu-bulu halus yang tidaklah terlalu lebat, teratur rapi serta hitam, kontras sekali dengan warna kulitnya yang putih mulus. Dengan jari tengah, kuusap serta kumainkan klitorisnya. Pinggangnya terangkat, membuat badannya melengkung. Perlahan-lahan, kuciumi kemaluannya yang wangi, kujulurkan lidahku, lantas kumainkan klitorisnya. Saya pernah lihat kepala Jenny yang terlempar ke kiri serta ke kanan menahan nikmat. Jari jemarinya makin ganas meremas kepalaku.
“…Aaaawwwww…. Aaaaccchhh… yhaaaaa… yhaaa… yhaaa… aaaccchhh… hhhh…. aaadddduuuhhhh…. tttterrrussss… selalu!! ach… ach… ach… Aaaaaaaaahhh…”
Ke-2 pahanya menjepit kuat kepalaku, lalu tergeletak lemas. Kutahu Jenny sudah menjangkau puncak kenikmatannya. “… Itu baru yang pertama sayang, rasakan serta nikmati yang setelah itu …” kataku dalam hati.
Tidak terlalu lama, dengan perlahan-lahan serta begitu hati-hati, kumasukkan jari tengah tangan kananku kedalam rongga kewanitaannya. Tak ada yang menghambat, mengisyaratkan Jenny telah tidak perawan sekali lagi. Tidak kenapa, jadi tambah baik fikirku. Saya jadi tidak perpanjang dosaku memerawani anak orang lagi…
Kusentuh semua dinding rongga yang halus serta hangat itu dengan ujung jariku. Terkadang kutekan sedikit keras, membuat nafsu birahinya kembali bangkit. Dengan tempat telapak tangan menghadap ke atas, kutekuk jariku menyentuh dinding rongga sisi atas. Kulanjutkan penekanan di sebagian tempat, sembari kuperhatikan reaksi badannya.
“… Awww, aduh, Maz, maaf… rasa-rasanya menginginkan pipis lagi…” tuturnya mendadak.
“…Sayang, tahan serta bernafaslah secara teratur. Saya akan memberimu kesenangan yang beda. Relaks saja serta nikmati…” Kutekan-tekan jariku berkali-kali pada titik itu sampai mirip getaran. Kepalanya kembali terlempar kekiri serta kekanan. Matanya terbelalak ke atas, hinggga nyaris tidak tampak sisi hitamnya. Tangannya kemampuanng pasrah, masih tetap capek serta lemas.
“… Aaaacchhh… Aaaaccchhhh… Aaaaccchhh…” erangannya makin keras. Perlahan-lahan kuposisikan kepalaku dimuka kewanitaannya, kujulurkan lidahku, lalu kuelus, kumainkan serta kupelintir sembari kadang-kadang kumainkan klitorisnya. Jenny teriak tidak tertahankan
“…. AAAAAACCCCHHHH…. YYYHHHAAAA… YYYHHHAAAA…. Ampuuuunnnnn…. Aaaaccchhhhh…. ”
Tangannya kembali buas meremas kepalaku, sesaat ke-2 pahanya kembali menjepit kepalaku dengan kuat. Punggungnya terangkat tinggi membuat badannya melengkung. Kulanjutkan penekanan pada titik sisi atas rongga kewanitaannya, sembari lidahku selalu mengelus, memelintir serta mempermainkan klitorisnya. Mendadak Jenny terduduk, dengan kasar ditariknya kepalaku yang tengah asyik bermain di kewanitaannya, lantas digigitnya bibirku. Sakitnya cukup lumayan, namun kubiarkan saja. Kutahu ia nyaris menjangkau puncak kenikmatannya yang ke-2. Dengan mengerang keras “…. AAAAAACCCHHHHHHHH…”
Badannya mengejang lantas terlempar keras ke belakang, ke atas kasur tempat tidur. Rongga kewanitaannya merasa mendenyut-denyut, menjepit erat jari tengahku yang masih tetap ada didalam. Tidak lama kulihat badannya mulai melemas. Kemampuanng pasrah telanjang diatas tempat tidur. Saya berdiri menuju meja, menuangkan air putih dingin kedalam gelas. Kuteguk, lalu kuberikan kepadanya sesudah kembali kuisi penuh. Sembari menatapku, kulihat matanya menunjukkan kenikmatan yang sangat begitu, meskipun capek. Saya paling suka lihat muka wanita saat orgasme, tampak makin cantik.
Belum juga pernah gelas itu kuletakkan, tetap dalam kondisi berdiri di bagian tempat tidur, Jenny menarik, mengelus lalu mengulum batang kemaluanku dengan rakus, membuatnya kembali jadi membesar serta keras. Dengan lidahnya, dijilatinya sisi bawah batangku itu, menyebabkan kesenangan yang sangat begitu. Sesudah saya menempatkan gelas, kudorong lantas kutindih badannya. Mulut kami kembali berciuman, sesaat satu tangannya memainkan batang kemaluanku. Tidak tahan dengan perlakuannya, tanganku masuk ke bawah bantal, mencari-cari karet pengaman yang telah kusiapkan barusan. Kurobek bungkusnya, lantas kuberikan kepadanya. Diluar sangkaan, dibuangnya benda itu, sembari berbisik ke telingaku “…Maz, saya barusan usai Mens dua hari kemarin, jadi amaaannn…”
Bukanlah main, gadisku ini benar-benar tau apa yang paling baik.
Kubimbing kemaluanku dengan tangan, kugosok-gosokkan, lalu dengan perlahan-lahan kuturunkan pinggulku, menusukkan batang yang besar, keras serta padat itu kedalam rongga kewanitaannya yang lembut serta hangat. Kuku jemarinya menancap keras di punggungku, serta kudengar rintihannya
“… Hhhhkkkkk….. hhhhh…. AAACCHHH…. hhhh…. ”
Kulihat alis matanya mengkerut sesaat ke-2 matanya tertutup rapat. Kurasa ia agak kesakitan dimasukki oleh batang yang demikian besar, panjang serta sekeras batu. Perlahan-lahan namun tentu, inci untuk inci batang itu menguak masuk. Saya terasa telah menyentuh dasarnya ketika batangku belum juga masuk semuanya. Jenny merintih”…Adddduuuuhhhh…” namun saya tidak perduli. Perlahan-lahan serta hati-hati kutekan serta kutekan selalu hingga masuk semuanya. Kudiamkan sebagian waktu sampai Jenny punya kebiasaan, sebelumnya kupompa keluar masuk. Ke-2 tanganku menyokong badanku supaya tidak menindihnya sangat keras, sesaat pinggulku giat bergerak maju mundur berkali-kali. Jenny merintih makin keras “…Accchhhh…. yhhaaa… yhaaa… yhaaa… hhhhh… Awwwww… hhhkkkk…. ”
Badannya bergoyang ke atas ke bawah, terdorong oleh tusukkan serta goyangan pinggulku. Rambutnya berantakan tergerai diatas bantal, sesaat matanya tertutup rapat. Mukanya telah tampak enjoy, tanda ia telah bisa menikmatinya. Kadang-kadang kucium bibirnya yang terbuka sedikit, memerlihatkan geliginya yang putih tersusun rapi, sunggung menggairahkan. Butir-butir keringat mulai bercucuran di badanku, juga di badannya. Di belahan dada di antara ke-2 payudaranya yang bergoyang, kulihat titik-titik keringat bermunculan. Benar-benar panorama yang seksi serta menggairahkan.
Tak tahu berapakah lama dalam tempat itu, mendadak saya menginginkan coba tempat yang beda. Kutarik ke-2 kakinya serta kuletakkan di pundakku. Jenny memprotes “… Addduhhh Mazzzz, sssaakkiiittt…” Tidaklah terlalu kupedulikan, kupompa selalu keluar masuk, berputar-putar, maju mundur, awalnya perlahan-lahan lantas makin cepat. Jenny merintih menahan nikmat
“… Aaaachhhh…. Yhaaa… Yhaaa… Ttttteeerruuusssss… tterusss… ach… ach… ach… ach… AAAAACCCHHHHH…”
Kurasakan denyutan berkali-kali dari rongga kewanitaannya. Jenny telah tiba ke puncak kesenangan. Saya berkonsentrasi rasakan sensasi kesenangan yang diakibatkan oleh gesekan batang kemaluanku dengan rongga kewanitaannya, kupompa makin cepat… makin cepat… makin cepat… serta dengan dibarengi erangan panjang “…AAAAACCCCHHHHHH…. ” kutusukkan kemaluanku sedalam-dalamnya, lalu kusemprotkan cairan kesenangan sebanyak mungkin. Akupun ambruk menerpa badannya…. Jenny memelukku dengan erat.
Sembari kucium pipinya, saya berkata “… Terima Kasih sayang, kamu hebat sekali …”
Jenny buka matanya, mencium bibirku lama, serta balas berkata “… Keduanya sama Maz… enak sekali Mazzz… ampuuunnn, nikmat sekaliii, namun lelah. Jenny tidak kuat lagi…”.
Malam itu kami tidur berpelukan hingga pagi. Kami mengerjakannya sekali lagi di kamar mandi, walaupun tidak seganas malam terlebih dulu. Jenny mesti selekasnya pergi menunaikan tugasnya jadi Pramugari Udara, sesaat saya masih tetap mesti bertugas menerangkan program pemerintah yang kusosialisasikan. Kami berpisah, serta berjanji untuk ketemu lagi… Tak tahu kapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar