![]() |
|
Saya tidak bisa pesawat yang segera ke Jakarta, jadi sangat terpaksa naik pesawat paling akhir yang transit di Surabaya. Karna tubuh merasa capek sekali, demikian pesawat take off saya segera tertidur lelap dengan melepas seat belt supaya tambah nyaman.
Saya telah tidak perduli dengan penumpang di sampingku. Seseorang wanita berusia tiga beberapa puluh. Mendadak saya dikagetkan dengan nada halus.
" Pak, sandarannya ditegakkan serta sabuknya dipasang. Telah ingin landing "
Nyatanya nada pramugari mengingatkanku. Saya 1/2 terperanjat serta kesadaranku masih tetap belum juga sembuh saat roda pesawat telah menyentuh landasan. Sesudah pesawat berhenti baru saya sadar seutuhnya. Lalu awak kabin menginformasikan pesawat akan transit sepanjang 45 menit serta penumpang dipersilakan untuk turun menanti di rung tunggulah bandara Juanda.
Karna saya duduk di dekat jendela, jadi saya menanti wanita barusan keluar dari bangkunya. Saya ikuti barisan penumpang yang turun serta tidak lama saya telah ada di ruangan tunggulah. Wanita barusan duduk di depanku agak ke menyamping ke kanan. Saya berdiri sebentar serta melebarkan tanganku supaya otot-ototku relaks, lantas duduk sekali lagi. Wanita barusan memerhatikanku sepintas. Kulempar senyum serta iapun membalas seadanya. Kacamata tidak tebal, mungkin saja minus satu atau paling banter minus dua bertengger di hidungnya yang bagus.
Kubaca Matra Edisi Spesial yang kubeli di book store. Liputannya mengenai kehidupan malam selama Bopunjur. Tahu Bopunjur? Bogor, Puncak, Cianjur. Kubuka-buka sebentar serta sepintas berisi saya sudah mengetahui. Bahkan juga bukanlah sombong, beberapa tempat yang dijelaskan didalam liputan itupun tidaklah suatu hal yang asing bagiku. Pada akhirnya kuletakkan Matra barusan diatas meja di sampingku. Wanita barusan sepintas memerhatikan covernya.
" Mas, bisa pinjam majalahnya? " ia ajukan pertanyaan sembari mendekat ambil Matra barusan.
Sayang, rupanya tempat duduknya lalu di ambil orang yang berdiri serta mengobrol dengan rekan yang duduk di samping wanita barusan. Kuturunkan tasku dari bangku di sampingku serta tanpa ada diminta wanita barusan telah duduk di situ serta mulai muembuka lembaran majalah yang dipegangnya.
Terdengar pengumuman kalau pesawat yang kunaiki alami masalah tehnis hingga pemberangkatan dipending satu jam. Kudengar gerutuan beberapa penumpang. Wanita barusan hanya memiringkan kepalanya memerhatikan pengumuman barusan serta kemudian ia kembali asik membaca.
Sesudah tigapuluh menit membaca, ia menyerahkan majalah itu kembali padaku sembari mengatakan terima kasih. Saya mulai pembicaraan.
" Ke Jakarta? " tanyaku.
" Iya, untuk pekerjaan dari kantor, " jawabnya.
" Di Jakarta tinggal dimana? " tanyaku sekali lagi.
" Belum juga tahu, sesungguhnya saya mesti ke Ciawi untuk turut pelatihan, namun kelihatannya kita akan kemalaman tiba di Cengkareng. Saya sendiri belum juga hafal Kota Jakarta. Terlebih malam hari. Barusan bila pergi siang sich sesungguhnya ada panitia yang jemput. Ingin segera ke Ciawi agak ngeri, terlebih sesudah membaca liputan barusan ".
Dari logatnya saya mengira ia datang dari Banjar. Sesudah kutanyakan padanya nyatanya benar serta ia telah bekerja di Balikpapan sepanjang lima th.. Saya tidak bertanya statusnya. Buat apa fikirku. Toh saya tidak punya niat memacarinya.
" Kerja dimana sich? " Pertanyaanku mulai menjurus beberapa hal yang personal.
" Saya apoteker ".
" Layak pakaiannya bau obat, " saya kelepasan bicara. Saya baru sadar sesudahnya. Ia melengos mukanya memerah, mungkin saja tersinggung dengan ucapanku barusan.
Satu jam berlalu serta kulihat ia jadi gelisah sembari terus-menerus melihat keluar, ke arah landasan. Pada akhirnya sesudah seperempat jam lalu pesawat kami telah siap meneruskan penerbangan serta beberapa penumpangpun naik ke pesawat.
Lima puluh menit lalu pesawat telah tiba di Cengkareng. Karna tidak bawa bagasi, saya bergegas keluar. Wanita barusan masih tetap menanti tas satunya di bagasi. Saya masih tetap berdiri diluar sembari mencarinya taksi saat wanita barusan mendekatiku.
" Mas pulangnya kemana? "
" Saya tinggal di Jakarta Timur ".
Dia terlihat sangsi akan menyebutkan suatu hal. Saya menduga-duga ini ada hubungannya dengan maksud kepergiannya.
" Bila ingin begini saja. Mbak nginap saja di hotel, besok pagi baru pergi ke Ciawi. Lebih aman, " kataku merekomendasikan. Kulihat dia bebrapa sangsi serta terlihat seperti sosok yang lemah. Dia menatapku sekali lagi seolah-olah minta perlindungan.
" OK, jadi begini, Mbak nginap di hotel. Saya akan rekani. Eh.. Tujuannya saya ambillah kamar satu juga disana. Besok pagi saya antar ke Ciawi. Kebetulan saya masih tetap ada keunggulan hari perjalanan dinas, " kataku mengambil keputusan.
Pada akhirnya dia sepakat serta mukanya jadi cerah.
" Oh ya maaf, dari barusan kita belum juga kenalan. Saya Dessy, " tuturnya sembari mengulurkan tangan.
" Deni, " kataku sembari kujabat tangannya.
Saya berfikir, bila saja dia tidak membutuhkan pertolonganku, mungkin saja dia akan tidak mengajak berteman. Namun lumrah saja karna dia perempuan.
Sebagian menit lalu kami telah tiba di satu hotel di lokasi Matraman. Kami bisa kamar bersebelahan. Kami semasing masuk ke kamar serta berjanji untuk makan dibawah sesudah mandi serta membereskan diri. 1/2 jam lalu kuketuk pintu kamarnya. Tok tok tok.
" Dessy.. Dessy. Ini Deni ".
" Tunggulah sebentar Mas ".
Selang beberapa saat ia buka pintu kamarnya. Kulihat sepintas barangnya masih tetap berantakan diatas ranjang. Kamipun selekasnya turun ke bawah untuk mencari makanan. Dengan pertimbangan cost kuajak dia untuk makan di warung tenda saja. Di Jakarta tak ada tempat untuk gengsi.
" Saya dari Balikpapan kepingin makan gudeg setelah tiba di Jawa, " tuturnya.
" Ada, kelak kita mencari, " jawabku sembari menyusuri trotoar.
Jalan telah mulai lancar, kupegang tangan kanannya. Ia terperanjat serta dengan halus menarik tangannya. Sepintas kulihat jarum pendek telah melalui angka sembilan.
" Sorry.. Saya cuma ingin saksikan jam saja kok ". Ia cuma menunduk serta kamipun selalu jalan.
Sesudah makan gudeg, kami kembali pada hotel serta duduk di lobby. Rasa capek masih tetap merasa di tubuhku. Saya sesungguhnya ingin massage, namun tidak enak serupa Dessy. Kami masih tetap bicara kesana ke mari, hingga pada akhirnya kami terasa mengantuk. Kulihat jam dinding tunjukkan jam 1/2 sebelas.
Kami naik serta kuantar dia dimuka kamarnya. Kuharap dia mempersilakanku masuk, tetapi Dessy cuma mengatakan terima kasih lalu selamat malam serta tutup pintunya. Sepintas kulihat sorot matanya yang berbinar memandangku.
Saya masuk ke kamar serta segera membaringkan diri ke atas ranjang tanpa ada buka bajuku. Kucoba untuk pejamkan mata, namun tidak dapat. Kubayangkan Dessy yang tidur sendirian di kamar samping. Lebih satu jam saya cuma bergolek ke kanan kekiri tanpa ada dapat pejamkan mata. Pada akhirnya kuputuskan kuhubungi saja gadis di kamar samping ini. Kuraih gagang telepon serta kutekan nomor kamarnya, 237. Sesudah sekian kali berdering lalu dari seberang terdengar nada agak serak,
" Hallo ".
" Dessy , belum juga tidur kan? "
" Eh.. Mas Deni. Belum juga Mas, mataku tidak dapat terpejam. Walau sebenarnya di lobby barusan telah menguap selalu. Mikirin besok pagi ".
" Atau sekali lagi mikirin yang lain kali, " kataku menggodanya.
" Ahh Mas Deni ini ada-ada saja ".
" Kita bercakap sekali lagi saja yuk, " ajakku.
" Telah malam, tidak enak diliatin orang kelak ".
" Ini Jakarta Non, saya ke kamarmu ya? " kataku dengan suara 1/2 memaksa.
" Iya deh, " tuturnya lemah.
Kuketok pintu kamarnya 3x serta lalu pintu di buka dari dalam. Saya masuk, saat ini barangnya gantian berantakan diatas kursi.
" Maaf Mas, berantakan. Belum juga pernah beresin. Gagasannya besok saja sekalian berkemas. Duduk, Mas! ".
Saya mengedarkan pandanganku. Karna telah tak ada tempat duduk sekali lagi jadi saya duduk di atas ranjangnya. Kami pada akhirnya bercakap mengenai pengalaman kami semasing saat kuliah. Makin lama makin seru tema percakapan kami. Ia keluarkan dua kaleng minuman enteng dari mini bar. Serta menempatkannya diantara kami.
" Diminum Mas ".
Saya ambil satu kaleng namun tidak kubuka, cuma kupegang-pegang saja. Tak tahu bagaimana awalannya, tangannya mendadak telah kupegang serta kutarik dia ke pangkuanku. Kucium bibirnya dengan ganas. Dessy hindari ciumanku, namun saya tidak menyerah. Kucoba sekali lagi, kesempatan ini bibirku mendarat cocok pada bibirnya. Ia meronta sebentar namun lalu ia membalas ciumanku dengan tidak kalah ganasnya.
" Mas.. Ah.. Ehh.. Ouhh, " Ia gelagapan membalas seranganku.
Kulepaskan seranganku sebentar karna saya terasa jalan tol telah terbuka di depanku, saat ini tinggal tunggulah waktu yang pas saja untuk meningkatkan mobilku. Kutatap dia dengan tajam. Ia terlihat jengah serta hindari tatapanku. Saat mata kami sama-sama berjumpa, saya berikan isyarat dengan menganggukkan kepalaku. Iapun mengangguk malu serta menundukkan mukanya.
Saya sedikit terperanjat saat sadar kalau ia tidak kenakan bra dibawah kausnya. Saya tahu karna putingnya menonjol, membuat bayangan satu titik di kausnya. Saya tersenyum sembari melirik pada payudara Dessy.
Dessy cuma tersenyum melihatku, kakinya ditempatkan diatas pahaku serta dia menyodorkan dadanya ke depan mukaku. Tanpa ada di beri komando saya segera meremas payudaranya dengan penuh nafsu. Tanganku lalu buka kausnya. Saya menciumi payudaranya serta mengisap putingnya yang mulai mengeras. Tangan Dessy membelai rambutku sembari kadang-kadang mendorongnya ke payudaranya.
Saya memakai jariku untuk membelai daerah selangkangannya, serta jariku juga mulai menghimpit terlebih di lipatan vaginanya. Tangan Dessy digesek-gesekan di penisku yang telah mengeras.
" Aah.. Mas ss.. Enak.. Teruss.. Deni.. Ahh "
Mendengar erangan Dessy nafsuku telah tidak bisa ditahan sekali lagi. Saya merebahkan diri sembari menciumi leher Dessy serta naik ke bibirnya. Kubuka celana panjangku. Saya selalu menciumnya dengan penuh nafsu, kutindih badannya di atas spring bed yang empuk. Kulirik bayangan di kaca almari. Tubuhku yang besar seakan-akan menenggelamkan tubuhnya yang mungil. Sembari mendesah Dessy tertawa kegelian,
" Ahh.. Nafsu sangat sich.. "
Kubuka celana pendeknya serta kutarik sekalian dengan selana dalamnya.
" Akhh.. "
Kami sama-sama mengulum bibir dengan penuh nafsu, nafas kami mulai tidak teratur. Kaki Dessy menjepit pinggangku Saya menciumi leher lalu turun ke payudaranya, lantas saya hisap putingnya. Selalu turun serta mengisap pusarnya, Dessy tidak tahan diperlakukan sekian,
" Deni.. Akh.. Geli akh.., "
Saya selalu menciuminya lantas saya turun serta waktu hingga dimuka selangkangannya saya turunkan kepalaku, menjilati paha serta kadang-kadang menggigitnya. Dia mengganjal kepalanya dengan bantal serta memerhatikanku. Saat mulutku akan menyapu vaginanya ia menarik kepalaku ke atas serta menciumiku kembali.
" Janganlah.. Saya tidak umum.. ".
Penisku kuarahkan ke vaginanya yang basah, kutekan perlahan-lahan serta waktu telah masuk setengahnya saya menghimpit dengan keras.
" Sshh.. Akhh.. Selalu To.. Akh.., " Dessy merintih
Bibir kami sama-sama bertautan dengan kuat. Saat kulepaskan bibirnya yang malah mencari-cari bibirku. Mulutnya 1/2 terbuka sembari mendesis-desis. Saya menggerakkan penisku dengan perlahan-lahan serta terkadang saya percepat temponya. Rasa-rasanya penisku dijepit serta diremas-remas dengan kuat oleh otot vaginanya. Serta hal semacam ini membuat saya makin tidak tahan, penisku rasa-rasanya telah nyaris meledak.
Saya terus memompa penisku di vaginanya dengan tempo yang jadi bertambah cepat. Nafasku mulai memburu. Payudaranya kuremas serta kupencet hingga putingnya jadi bertambah menonjol. Kujilati putingnya serta kugigit-gigit dengan bibirku. Saya menghnetak-hentakkan badan Dessy ke ranjang dengan kasar waktu saya telah tidak bisa menahan ledakan penisku,
" Dess,.. Dessy .. Akh.. Ouch.. Akh.. ".
Kurasakan badan Dessy juga mulai bergetar serta bergerak-gerak dengan irama yang liar. Matanya merem melek, bola matanya memutih. Kakinya menjepit pinggangku. Badanku mengejang serta saya menghimpit badan Dessy sampai makin badan kami makin merapat.
" Akh.. Deni.. Sangat nikmat.. Sss "
" Yeah Dessy.. Akh. Bila saja dari barusan.. Tentu saya.. "
" Akh.. Tekan yang cepat serta kuat.. Akh.. "
Mata Dessy merem melek nikmati sodokan penisku. Saya lalu mengangkat ke-2 kakinya serta memegangnya dengan tanganku. Saya dalam tempat 1/2 jongkok dengan tumpuan ke-2 lututku. Tanganku memegang pinggangnya serta penisku menghimpit dengan irama yang makin cepat. Vaginanya merasa basah serta becek, tetapi penisku seperti dijepit kuat dengan tang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar